Ketua DPRK Banda Aceh temukan harga elpiji nonsubsidi tak sesuai ketetapan

Banda Aceh – Ketua DPRK Banda Aceh Farid Nyak Umar menemukan adanya penjualan elpiji nonsubsidi 5,5 kilogram dan 12 kilogram di kota setempat tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan PT Pertamina. 

“Kita minta agar Pemerintah Banda Aceh dapat meneruskan keluhan masyarakat ini kepada pihak terkait agar dapat dilakukan penertiban harga,” kata Ketua DPRK Banda Aceh Farid Nyak Umar, di Banda Aceh, Rabu. 

Hal itu disampaikan Farid Nyak Umar menyikapi banyaknya keluhan masyarakat serta usai dilakukan pemantauan harga penjualan elpiji nonsubsidi di sejumlah titik di Banda Aceh.

Farid menyampaikan, terhitung sejak November 2021 hingga Februari 2022, PT Pertamina (Persero) sudah tiga kali menaikkan harga elpiji nonsubsidi untuk ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram. 

Ketetapan baru-baru ini oleh Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) telah menyesuaikan harga berbeda-beda setiap daerah, untuk Aceh yang 5,5 kilogram sebesar Rp91 ribu dan 12 kilogram menjadi Rp189 ribu.

Namun, kata Farid, berdasarkan pantauan dirinya di sepuluh titik penjualan gas di Banda Aceh seperti di ritel modern, swalayan, hingga toko kelontong terdapat perbedaan harga jual untuk elpiji nonsubsidi tersebut. 

Untuk elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram dijual dengan harga mulai dari Rp91 ribu, Rp98 ribu, Rp100 ribu, Rp101 ribu hingga Rp105 ribu per tabungnya. 

“Sedangkan untuk elpiji ukuran 12 kilogram dijual dengan harga Rp196 ribu, Rp200 ribu, Rp210 ribu, hingga Rp215 ribu per tabungnya,” ujar politikus PKS itu.

Menurut Farid, harga jual yang bervariasi di pasaran ini membuat masyarakat harus membayar ekstra di luar harga ketetapan pemerintah, dan kondisi ini dinilai menambah beban warga yang juga sedang terpuruk akibat COVID-19.

“Begitu juga dengan elpiji tiga kilogram subsidi yang dijual hingga Rp35 ribu per tabung. Padahal HET resmi sesuai SK Gubernur Aceh hanya Rp18 ribu,” katanya.

Kenaikan ini, lanjut Farid, membuat harga elpiji bersubsidi menjadi langka di pasaran karena permintaan yang tinggi dan rentan terjadinya penimbunan. 

“Kondisi ini menyulitkan masyarakat, ditambah lagi dengan langkanya minyak goreng di pasaran. Kita harap Pemko Banda Aceh mendengarkan keluhan masyarakat ini dan meneruskan kepada pihak terkait,” demikian Farid Nyak Umar.[Adv]

Komentar