Sri Mulyani: Utang, Krisis, dan Peringatan Global

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini menyampaikan penjelasan yang menarik terkait pendekatan bijak dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam sebuah kuliah umum yang diselenggarakan di Universitas Diponegoro dan Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah, pada Sabtu, 23 Oktober 2023, Sri Mulyani memberikan bukti bahwa ia bukanlah seorang menteri keuangan yang suka dengan utang, meskipun begitu banyak yang berpendapat sebaliknya.

Salah satu poin utama yang dia sampaikan adalah seputar batasan waktu dalam mengelola defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Ia menjelaskan bahwa pembatasan defisit APBN di atas 3% dari produk domestik bruto (PDB) hanya diberlakukan selama tiga tahun, mulai dari 2020 hingga 2023. Sri Mulyani menjelaskan bahwa ini bukan semata keinginan pribadi, melainkan tindakan bijak dalam menghadapi situasi tak pasti, seperti pandemi COVID-19. Ia menyatakan bahwa di masa pandemi, tak ada yang dapat memprediksi dengan pasti kapan krisis ini akan berakhir. Dengan demikian, batasan waktu tersebut memberikan negara peluang untuk kembali ke jalur disiplin fiskal setelah periode krisis.

Sri Mulyani juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap risiko pelebaran defisit APBN yang dapat terjadi jika tak ada batasan waktu yang jelas. Pelebaran defisit jangka panjang dapat membuat negara terlalu bergantung pada utang, yang pada gilirannya dapat menghambat upaya pemulihan defisit APBN. Selain itu, beban bunga utang yang terus meningkat dapat mengurangi ruang fiskal negara.

Pengalaman negara-negara lain, terutama di Amerika Latin, yang telah mengalami kesulitan akibat utang yang tinggi, juga menjadi catatan yang penting. Krisis utang yang pernah mereka alami, sekarang juga mungkin merambah ke negara-negara di Afrika dan negara-negara berpendapatan menengah lainnya.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa Indonesia mengacu pada patokan Eropa yang telah terbukti efektif. Patokan ini mengatur agar defisit tidak melebihi 3% dari PDB, dan rasio utang maksimal adalah 60% dari PDB. Kebijakan ini terbukti dapat menjaga stabilitas ekonomi di negara-negara Uni Eropa.

Dalam penutupnya, Sri Mulyani berpendapat bahwa batasan-batasan ini sangat penting untuk menjaga disiplin fiskal dan menghindari krisis utang. Ia juga menyoroti pencapaian positif dalam mengurangi defisit APBN Indonesia dari 6,1% pada tahun 2020 menjadi 2,84% pada Agustus 2023, serta penurunan rasio utang terhadap PDB. Dengan demikian, Menteri Keuangan berusaha menjaga keseimbangan antara pembiayaan dan disiplin fiskal dalam mengelola keuangan negara.[]

 

cnbc indonesia

Komentar