Soeharto dan Misteri Kelam Gerakan 30 September (G30S)

Jakarta – Peristiwa tragis Gerakan 30 September (G30S) masih menjadi misteri besar dalam sejarah Indonesia, terutama mengenai siapa yang berada di balik peristiwa ini. Salah satu teori yang mencuat adalah peran Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, dalam peristiwa tersebut, meskipun ia selamat dari upaya penculikan dan pembunuhan yang menimpa beberapa jenderal lainnya. Namun, mengapa Soeharto tidak diculik?

Buku “Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto” mengungkapkan kesaksian dari salah satu pelaku, Kolonel Abdul Latief, yang memberikan informasi penting terkait hal ini. Ia mengungkapkan bahwa ia telah memberitahu Soeharto tentang rencana penculikan beberapa jenderal yang menjadi target G30S, tetapi Soeharto tidak memberikan reaksi yang signifikan.

Abdul Latief juga menceritakan bahwa ia telah berbicara dengan Soeharto tentang isu “Dewan Jenderal” satu hari sebelum peristiwa tersebut terjadi. Pembicaraan itu terjadi di kediaman Soeharto di Jalan Haji Agus Salim. Menurut kesaksiannya, Soeharto sudah mengetahui isu tersebut dari mantan anak buahnya, Subagiyo, dan ia mengatakan akan melakukan penyelidikan.

Namun, mengapa Soeharto tidak menjadi target penculikan? Menurut Kolonel Abdul Latief, Soeharto dianggap sebagai loyalis Presiden pertama Indonesia, Soekarno, sehingga ia tidak dimasukkan dalam daftar sasaran G30S. Latief juga melaporkan informasi ini kepada Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah dan Pangdam Brawijaya Mayjen Jenderal Basoeki Rachmat, namun tidak mendapat tanggapan. Akhirnya, ia melapor kepada Mayjen Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat.

Namun, Soeharto terkesan tidak begitu respon terhadap peringatan tersebut. Bahkan pada malam G30S, Soeharto dianggap mengabaikan Latief yang mencoba menyampaikan rencananya untuk menggagalkan kudeta.

Versi Soeharto sendiri, dalam wawancara dengan media Jerman Der Spiegel pada tahun 1970, mengaku bahwa ia bertemu dengan Latief saat berada di RSPAD Gatot Subroto pada malam G30S. Pada saat itu, ia sedang menjaga anak bungsunya yang terluka akibat kecelakaan dengan sup panas. Soeharto mengklaim bahwa Latief tidak memberikan informasi apa pun, bahkan mencoba untuk membunuhnya saat itu juga.

Dalam otobiografi berjudul “Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya” (1998), Soeharto menyatakan bahwa ia hanya melihat Latief dari kejauhan dan tidak sempat berinteraksi dengannya.

 

Liputan6

Komentar