Dampak Psikologis pada Anak Korban Kekerasan Seksual

oleh : Nurul Hidayah

Kita sebagai manusia di muka bumi ini tentunya akan selalu hidup berdampingan dan saling membutuhkan satu sama lain. Dalam kehidupan sehari hari kita tidak bisa menjalani kehidupan sendiri, melainkan dengan bantuan orang lain karena sejatinya kita adalah makhluk sosial.

Meskipun manusia itu makhluk sosial, tentunya setiap orang memiliki pola pikir masing- masing yang berbeda-beda. Bisa saja pola pikir individu satu dipengaruhi dengan pola pikir individu lainnya. Manusia juga diciptakan dengan kepribadian yang berbeda-beda pula. Dari perbedaan inilah bisa memunculkan banyak problema  sehingga ini bisa menjadi salah satu faktor  terbentuknya suatu deskriminasi dan penyimpangan sosial. Penyimpangan-penyimpangan inilah yang menjadikan dasar seorang individu melakukan tindakan kriminal dan melanggar HAM.

Berdasarkan penelitian Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebanyak 29.833 kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia sepanjang 2023. Dan pertanggal 1 Januari hingga saat ini, angka kekerasan mencapai 2.589 pada Perempuan dan 2.452 pada anak. Berdasarkan data tersebut dapat kita simpulkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak  pada tiap tahunnya semakin meningkat

Penyimpangan yang saat ini marak terjadi yaitu kekerasan seksual. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya pemberitaan yang tersebar baik melalui  media massa maupun di sekitar kita. Yang banyak menjadi korban pelecehan seksual adalah perempuan dan anak. Perilaku ini bisa  menimbulkan gangguan psikologis anak tersebut.

Kekerasan seksual khususnya bagi anak bukanlah menjadi hal yang baru pada saat ini. Kekerasan seksual tidak hanya terjadi secara verbal dan fisik. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kekerasan seksual bisa saja terjadi melalui teknologi.

Kejahatan ini sudah menjadi hal yang paling urgen untuk dibahas pada saat ini. Kekerasan seksual dapat terjadi karena berbagai faktor. Mulai dari pengaruh lingkungan sosial, keinginan untuk menguasai dan kekuasaan yang dimiliki oleh pelaku baik dalam konteks pekerjaan, jenis kelamin dan lainnya. Kekeresan seksual bisa terjadi juga karena nafsu.

Anak yang mengalami kekerasan seksual cenderung enggan untuk melaporkan kejadian tersebut, Ada beberapa faktor sehingga anak tersebut tidak ingin melaporkannya. Mulai dari ancaman dan desakan dari pelaku dan malu untuk menceritakannya.

Kekerasan seksual sangat memberi dampak terhadap kesejahteraan psikologis anak. Weber dan Smith (2002) mengatakan bahwa anak yang mengalami kekerasan seksual di masa kecil akan memiliki potensi menjadi pelaku pelecehan seksual di masa depan. Menurut Ivo Noviana dalam jurnalnya(Noviana, 2015), rata-rata anak yang mengalami  kekerasan seksual bisa dipastikan mengalami gangguan psikologis yaitu post traumatic stress disorder (PTSD). Dimana anak mengalami trauma pasca kejadian, anak merasa ketakutan dan cemas berlebihan akibat dari anak mengingat kejadian kekerasan yang dialaminya, anak biasanya akan meluapkan pemikiran atau perasaannya pada orang lain guna mendapat saran dan untuk menenangkan dirinya sendiri. Anak juga mengalami depresi akibat dari kejadian yang menimpanya.

Finkelhor dan Browne mengkategorikan ada empat jenis dampak trauma pada anak  akibat kekerasan seksual, yaitu:

  1. Pengkhianatan (Betrayal). Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Seorang anak tentunya mempunya kepercayaan yang sangat besar kepada kedua orangtuanya dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Dengan adanya kekerasan yang menimpa dirinya dan berasal dari orangtuanya sendiri membuat seorang anak merasa dikhianati.
  2. Trauma secara seksual (Traumatic sexualization). Russel menemukan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor mencatat bahwa korban lebih memiliki pasangan sesame jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya.
  3. Merasa tidak berdaya (Powerlessness). Rasa tidak berdaya muncul dikarenakan adanya rasa takut di kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah dan merasa kurang efektif dalam bekerja. Sebaliknya juga terdapat korban yang terdapat dorongan yang berlebihan dalam dirinya.
  4. Stigmatization. Kekerasan seksual dapat membuat korban merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirnya. Anak yang merupakan korban kekerasan sering merasa bahwa mereka berbeda dengan orang lain, terdapat beberapa korban yang marah oada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman beralkohol untuk menghukum tubuhnya dan berusaha untuk berusaha menghindaro memori tentang kejadian kekerasan yang pernah menimpa dirinya

Banyak sekali dampak yang timbul akibat kekerasan seksual terhadap anak, dampak yang anak alami juga bisa saja berlanjut di kemudian harinya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya  orang tua mengambil peran penting dalam menjaga anak-anak dari kekerasan seksual dan harus aware terhadap perilaku yang ditunjukkan oleh anak bilamana ia menunjukkan sikap yang tidak biasa.

Referensi:

Browne, A., & Finkelhor, D. (1986 Impact Of Child Sexual Abuse: A Review of The Research. Psychological Bulletin, 99, 66-77.

Noviana, I. (2015). Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak Dan Penanganannya Child Sexual Abuse: Impact and Hendling. Sosio Informa, 01(200), 13–28.

 Weber Mauk Reese. Smith, Dana .M. (2002) Outcome Of Child Sexual Abuse As Predictors Of Child Sexual Abuse As Predictors Of Laters Sexual Victimitazion. Dalam Jurnal Of International Violence.

Komentar