Gaza Teguh Bela Masjid Al-Aqsha dan Tempat Suci Islam dan Kristen

GAZA – Melansir dari KNRP, pada Sabtu malam, Salama Marouf, Kepala Kantor Media Pemerintah di Gaza, menyampaikan pernyataan yang menggugah hati tentang kegigihan Gaza dalam membela Masjid Al-Aqsha serta tempat suci Islam dan Kristen. Meskipun Gaza telah mengalami serangan yang tak henti-hentinya selama 22 hari terakhir, Marouf menyatakan bahwa kota ini berdiri dengan tegar dalam menghadapi penjajahan.

Dalam sebuah konferensi pers di depan Rumah Sakit Al-Shifa, Marouf mengatakan, “Hari ini, Gaza berdiri sendiri dalam menghadapi penjajahan untuk mempertahankan Masjid Al-Aqsha dan semua tempat suci Islam dan Kristen.”

Gaza telah menjadi sasaran serangan udara yang intens dari Israel sejak serangan mendadak oleh pejuang pada bulan Oktober. Operasi Banjir Al-Aqsha, yang dilancarkan oleh kelompok Palestina sebagai bentuk perlawanan, mencakup serangan roket serta infiltrasi ke wilayah Israel melalui darat, laut, dan udara. Tindakan ini merupakan tanggapan atas penyerbuan terhadap Masjid Al-Aqsha dan peningkatan kekerasan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina.

Israel, sebagai tanggapan, melancarkan kampanye serangan udara yang terus berlanjut, mencapai puncak intensitas pada Jumat malam. Serangan ini juga disertai dengan operasi darat dan pemadaman total jaringan telekomunikasi dan internet.

Dampak dari konflik ini sangat mengerikan. Lebih dari delapan ribu warga Palestina, termasuk 3.595 anak-anak, telah kehilangan nyawa akibat serangan Israel, sementara jumlah korban tewas di Israel mencapai lebih dari 1.400 orang. Di samping itu, 2,3 juta penduduk Gaza menghadapi kekurangan makanan, air, dan obat-obatan akibat blokade Israel terhadap wilayah ini. Akses bantuan kemanusiaan ke Gaza juga terbatas, meskipun ada sedikit bantuan yang berhasil mencapai wilayah ini setelah pembukaan titik penyeberangan Rafah akhir pekan lalu.

Meskipun Majelis Umum PBB telah menyetujui resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan, Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen, menolaknya dengan menyebutnya “tercela.”[]

Komentar