Tari Guel, Keindahan Budaya Gayo yang Menghidupkan Legenda Gajah Putih

ACEH – Dari dataran tinggi Gayo, Provinsi Aceh, datanglah sebuah warisan budaya yang semakin meraih perhatian dan pengakuan. Tari Guel, begitu istilahnya, bukan sekadar tarian biasa. Ini adalah karya seni yang menggabungkan sastra, musik, dan gerakan yang memukau.

Salah satu aspek mencolok dari Tari Guel adalah kostum penari pria. Mereka mengenakan kain opoh ulen-ulen yang luas dengan sulaman kerawang Gayo, menciptakan penampilan yang memukau. Saat penari-penari itu menggerakkan kain ini, terlihat seperti burung yang sedang terbang, dan penonton pun tak dapat lepas dari pesonanya.

Namun, Tari Guel bukan hanya tarian biasa. Ini adalah kisah legenda yang mengisahkan upaya seseorang untuk membangunkan seekor gajah putih yang memiliki makna mistis. Dengan gerakan yang menarik perhatian, penari-penari menjinjitkan kaki, membungkuk sedikit, dan bergerak dengan selaras dengan tabuhan rapai yang mengiringi tarian.

Tari ini terbagi dalam empat babak berurutan, yaitu babak Munatap, Babak II Dep, Babak III Ketibung, Babak IV Cincang Nangka. Sedangkan Ragam Gerak atau gerak dasar adalah Salam Semah (Munatap), Kepur Nunguk, Sining Lintah, Semer Kaleng (Sengker Kalang), Dah-Papan. Sementara jumlah para penari dalam perkembangannya terdiri dari kelompok pria dan wanita berkisar antara 8-10 (Wanita), 2-4 (Pria).

Penari Pria dalam setiap penampilan selalu tampil sebagai simbol dan primadona, melambangkan aman manyak atau lintoe baroe dan Guru Didong. Jumlah penabuh biasanya minimal 4 orang yang menabuh canang, gong, rebana, dan memong.

Dalam setiap babak dalam tari Guel mengandung makna yang tersirat. Seperti Babak pertama, Munatap, menggambarkan usaha persuasi Sengeda untuk menaklukkan hati gajah putih. Babak kedua, Redep, menggambarkan kesediaan gajah putih untuk mengikuti Sengeda. Sementara babak Ketibung dan Cincang Nangka menggambarkan semakin kuatnya keinginan gajah putih untuk mengikuti Sengeda hingga akhirnya mereka tiba di Kesultanan Aceh Darussalam.

Istilah ‘guel’ dalam bahasa Gayo berarti ‘membunyikan’, yang merujuk pada legenda Gajah Putih dalam cerita rakyat ‘Sengeda dan Bener Merie’. Tari Guel adalah bentuk apresiasi terhadap alam dan lingkungan, yang diungkapkan melalui gerakan simbolis dan irama yang khas.

Tari Guel bukan hanya hiburan semata, tetapi juga media informatif yang memadukan seni sastra, seni musik, dan gerakan. Ini memungkinkan tarian ini berkembang seiring dengan semangat zaman dan perubahan pola pikir masyarakat setempat. Tari Guel telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh UNESCO pada tahun 2016, menjadikannya sebagai salah satu aset budaya yang patut dilestarikan dan dijaga.

Dalam perkembangannya, Tari Guel timbul tenggelam, namun guel menjadi tari tradisi terutama dalam upacara adat tertentu. Guel sepenuhnya apresiasi terhadap wujud alam, lingkungan kemudian dirangkai begitu rupa melalui gerak simbolis dan hentakan irama. [syaiful]

Editor: Syaiful

Komentar