Perusahaan Raksasa AS Tutup Mulut Soal Hamas-Israel, Dulu Teriak Ukraina

AMERIKA SERIKAT – Tak jauh berbeda dari keprihatinan banyak pihak di seluruh dunia, perusahaan-perusahaan raksasa Amerika Serikat (AS) juga mengambil posisi dalam menghadapi konflik-konflik global. Namun, tampaknya terdapat perbedaan yang mencolok dalam respons perusahaan-perusahaan ini terhadap dua peristiwa besar: invasi Rusia ke Ukraina dan konflik antara Israel dan Hamas di Palestina.

Ketika Rusia menginvasi Ukraina, sejumlah bos besar industri AS secara terbuka dan vokal mengecam tindakan Rusia dan menyatakan dukungan mereka kepada Ukraina. Mereka bahkan berjanji dukungan finansial dan moral bagi warga Ukraina yang terdampak. CEO Apple, Tim Cook, dan bos Citi Group, Jane Fraser, bahkan mengenakan pin bendera Ukraina sebagai tanda solidaritas. ExxonMobil dan Unilever dengan tegas mengutuk aksi Rusia di Ukraina. Aljazeera mencatat lebih dari 1.000 perusahaan berjanji untuk mengurangi atau menghentikan aktivitas bisnis mereka di Rusia, sebagai respons terhadap perang di Ukraina.

Namun, perbandingan yang mencolok muncul saat melihat respons perusahaan-perusahaan terhadap konflik Israel-Hamas. Sejumlah perusahaan ternama yang sebelumnya vokal dalam mendukung Ukraina, tiba-tiba menjadi bungkam dalam konflik Timur Tengah ini. Mereka menolak untuk berkomentar atau mengambil sikap tegas.

Di sisi lain, beberapa perusahaan seperti Microsoft, Google, Hewlett Packard, JP Morgan, dan Goldman Sachs secara terang-terangan menyatakan dukungan mereka kepada Israel dan mengutuk serangan Hamas di Palestina. Namun, ketika Israel meluncurkan serangan besar-besaran ke Palestina sebagai balasan atas serangan Hamas, perusahaan-perusahaan ini juga terlihat bungkam.

Sebuah pertanyaan muncul: Mengapa terdapat perbedaan sikap yang signifikan ini? Salah satu alasan yang mungkin adalah bahwa perusahaan-perusahaan cenderung khawatir tersedot ke dalam pusaran konflik bersejarah yang berpotensi memengaruhi persepsi konsumen mereka. Selain itu, perusahaan yang lebih mendukung Israel daripada Palestina cenderung lebih mendekati kebijakan negara-negara Barat yang menggambarkan Hamas sebagai kelompok “teroris.”

Terkait dengan hal ini, survei pada tahun 2019 menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga konsumen Amerika menganggap penting bagi merek untuk mengambil sikap terhadap masalah sosial dan politik. Lebih dari setengahnya menyatakan kesiapan untuk memboikot perusahaan atau merek yang tidak sejalan dengan pandangan mereka. Oleh karena itu, perusahaan harus berhati-hati dalam mengambil sikap dalam konflik seperti ini.[]

 

cnbc indonesia

Komentar