Warga Aceh peringati 24 tahun tragedi Simpang KKA

Banda Aceh (ANTARA) – Puluhan warga Kabupaten Aceh Utara memperingati 24 tahun tragedi pelanggaran HAM Simpang Kertas Kraft Aceh (KKA) di monumen pengingat setinggi 2,5 meter yang berada di Jalan Lintas Medan-Banda Aceh, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara, Rabu.

Peringatan tragedi Simpang KKA diisi dengan doa bersama, sekaligus pembacaan surat terbuka untuk Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), dengan harapan tragedi di daerah itu dapat terselesaikan dengan baik. 

“Pada monumen yang tertera puluhan nama korban jiwa dalam peristiwa berdarah tersebut menjadi pengingat masa-masa kelam tragedi berdarah tersebut,” kata Murtala, Ketua Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA.

Ia menjelaskan, tragedi Simpang KKA Aceh Utara telah diakui negara sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu. Para korban berharap penyelesaian pelanggaran HAM berat itu tidak hanya secara non yudisial, namun harus beriringan secara yudisial. 

Pria itu menyebut tragedi tersebut hingga kini masih melekat pada ingatan korban, maupun keluarga korban yang ikut merasakan langsung peristiwa kelam itu.

Pihaknya menyambut baik pengakuan negara beberapa waktu lalu tentang 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Namun, mereka meminta agar negara tetap melakukan proses hukum dan memberi keadilan terhadap korban dan keluarganya. 

Sebab itu, Murtala meminta kepada pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM itu dengan adil, melalui mekanisme Pengadilan HAM adhoc di Aceh. 

“Saya mewakili korban dan keluarga korban pelanggaran HAM lainnya di Aceh menaruh harapan besar kepada bapak Presiden RI Joko Widodo untuk membentuk suatu mekanisme hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM,” katanya.

Sementara itu, Anggota DPR RI asal Aceh Nasir Djamil mengatakan pihaknya akan terus meminta negara hadir, dan tidak hanya melakukan penyelesaian secara non yudisial, namun juga dilakukan pendekatan penyelesaian secara yudisial. 

“Jika penyelesaian HAM berat masa lalu dapat diselesaikan, maka itu merupakan wujud nyata kehadiran negara di tengah-tengah korban dan keluarga korban. Itu merupakan bentuk negara yang keadilan,” kata Nasir. 

Korban tragedi Simpang KKA pada 3 Mei 1999 tercatat sebanyak 21 orang meninggal dunia dan 146 orang luka-luka, dan hingga sekarang belum ada penyelesaian secara hukum. 

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia mengakui terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam sedikitnya 12 peristiwa di masa lalu, setelah menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu yang sebelumnya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

Presiden juga menyatakan bahwa dirinya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa masa lalu.

Ke 12 peristiwa tersebut adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilang Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998. 

Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.

“Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban,” kata Jokowi.

(ANTARA)

Komentar