Mantan Bupati Aceh Tamiang Terdakwa Korupsi Pertanahan Divonis Bebas

BANDA ACEH — Majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh memvonis bebas tiga terdakwa dalam perkara penguasaan eks HGU dan pengadaan tanah pembangunan Makodim 0117/Atam pada 2009.

Ketiganya, Mursil (mantan Bupati Aceh Tamiang), Tgk Rusli bin Tgk Abdul Jalil (anggota DPRK Aceh Tamiang) dan Tgk Yusni bin Tgk Abdul Jalil (mantan Ketua dan Anggota DPRK Aceh Tamiang).

Ketiganya divonis bebas dalam persidangan Pengadilan Tipikor Banda Aceh yang dibacakan majelis hakim yang diketuai oleh Hamzah Sulaiman SH & hakim anggota R. Deddy Harryanto SH MHum & Ani Hartati SH MH, Selasa (27/2/2024).

Dalam amar putusannya, majelis hakim berpendapat bahwa apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Aceh tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer maupun dakwaan subsider JPU.

Oleh karena itu, majelis hakim menyatakan ketiga terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan pidana.
Ketiganya bebas dari dugaan korupsi penguasaan eks HGU pada kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit oleh PT. Desa Jaya Alur Jambu dan PT. Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti di Kabupaten Aceh Tamiang dan Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Makodim di Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2009.

Dalam amar putusannya, majelis hakim berpendapat apa yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Aceh tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan premier maupun dakwaan subsider JPU.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut mantan Bupati Aceh Tamiang Mursil dengan hukuman penjara 7,5 tahun. Mursil dianggap terlibat dalam korupsi pertanahan saat menjabat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang.

Jaksa juga menuntut Mursil membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp 90 juta.

Apabila tidak membayar uang pengganti kerugian negara maka dipidana 3 tahun 6 bulan penjara.

Mursil saat menjabat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang pada 2009 disebut menerbitkan sertifikat tanah eks hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit PT Desa Jaya. Izin HGU tersebut berakhir pada 1988 dan tidak pernah diperpanjang hingga sekarang.

“Artinya, tanah HGU tersebut merupakan tanah negara. Selang beberapa waktu kemudian, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi atas tanah tersebut dengan nilai Rp 6,4 miliar,” kata jaksa Agussalim Harahap di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kamis (1/2/2024).

Mursil disebut menerima uang Rp 90 juta dari Rusli yang juga dituntut dalam berkas perkara terpisah untuk penerbitan enam sertifikat tanah di lahan eks HGU tersebut.

“Atas perbuatannya, terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata jaksa.

Selain menuntut Mursil, jaksa juga menuntut dua orang terdakwa lainnya dalam perkara yang sama yakni Yusni dengan hukuman 10,5 tahun penjara dan Rusli dengan hukuman 9,5 tahun penjara.

Yusni dituntut pula untuk membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara serta membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara Rp 7,9 miliar. Apabila tidak membayar maka dipidana 5 tahun 3 bulan penjara.

Sedangkan untuk Rusli, jaksa menuntutnya membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara serta uang pengganti kerugian negara Rp 5,4 miliar. Apabila tidak membayar maka dipidana 4 tahun 9 bulan.

Kedua terdakwa disebut menguasai tanah negara yang izin HGU sudah berakhir sejak 1988. Luas lahan HGU tersebut masing-masing lahan pertama mencapai luas 885,65 hektar dan lahan kedua seluas 1.658 hektar. Kedua lahan tersebut berada di Kabupaten Aceh Tamiang.

“Keuntungan dari penguasaan tanah negara yang dijadikan perkebunan sawit tersebut menyebabkan kerugian perekonomian negara mencapai Rp 7,9 miliar dan Rp 5,4 miliar,” kata jaksa. (IA)

 

Sumber ; INFOACEH.NET

Komentar