Jokowi: Evaluasi Total Diperlukan dalam Penanganan Korupsi

JAKARTA – Pada Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2023, yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menegaskan komitmennya dalam upaya pemberantasan korupsi. Dalam pidatonya, Presiden menyoroti peran penting Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset dalam mengatasi tindak pidana korupsi yang merugikan negara dan merugikan masyarakat.

Menurut Presiden Jokowi, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang menghambat pembangunan, merusak perekonomian bangsa, dan menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu, ia memandang pentingnya RUU tentang Perampasan Aset sebagai instrumen krusial dalam memberikan efek jera kepada pelaku korupsi dan mengembalikan kerugian negara.

“Menurut saya, undang-undang perampasan aset tindak pidana ini penting segera diselesaikan, karena ini adalah sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan bisa memberikan efek jera,” ujar Presiden Jokowi. Selasa, 13 Desember 2023.

RUU tentang Perampasan Aset diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang lebih kuat untuk menyita dan mengembalikan aset yang diperoleh secara tidak sah melalui tindak pidana korupsi. Langkah ini dianggap sangat signifikan dalam memberantas praktik korupsi dan mendukung upaya pemberantasan korupsi yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah.

Dalam konteks ini, Presiden Jokowi juga menyoroti peran RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas transaksi perbankan. Ia menekankan perlunya pembahasan dan penyelesaian cepat terkait RUU ini untuk menciptakan lingkungan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel.

“Saya harap pemerintah, DPR, dapat segera membahas dan menyelesaikan Undang-Undang Perampasan Aset tindak pidana ini. Kemudian juga Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal yang mendorong pemanfaatan transfer perbankan. Ini semuanya akan lebih transparan, lebih akuntabel, juga sangat bagus,” ujar Presiden.

Lebih lanjut, Presiden Jokowi menyampaikan data mengenai kasus korupsi yang melibatkan berbagai elemen, termasuk legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Dari tahun 2004 hingga 2022, ada 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD yang dipenjarakan, termasuk Ketua DPR dan Ketua DPRD. Selain itu, 38 menteri dan kepala lembaga, 24 gubernur, 162 bupati dan wali kota, 31 hakim (termasuk hakim konstitusi), 8 komisioner (termasuk komisioner KPU, KPPU, dan KY), 415 dari sektor swasta, dan 363 dari birokrat turut terlibat dalam tindak pidana korupsi.

“Terlalu banyak, banyak sekali,” ungkap Presiden Jokowi.

Presiden menilai bahwa evaluasi menyeluruh diperlukan dalam menangani tindak pidana korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, DPR, dan masyarakat, untuk bersatu dalam memerangi korupsi.

“Saya mengajak kita semuanya, mari kita bersama-sama cegah tindak pidana korupsi dan bisa memberikan efek jera kepada para pejabat yang melakukan korupsi,” tandasnya.

Upaya pemberantasan korupsi merupakan agenda utama pemerintahan Jokowi, dan ia percaya bahwa RUU tentang Perampasan Aset akan menjadi instrumen penting dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk lembaga legislatif dan masyarakat sipil, diharapkan RUU ini dapat segera diselesaikan dan diimplementasikan untuk menciptakan tatanan yang lebih bersih dan adil di Indonesia.***

Editor: Syaiful

Komentar