Diduga SPPD Fiktif, Senilai RpRp258,5 juta Dikembalikan KKR ke Negara

Banda Aceh – Di duga adanya tindak pidana korupsi pada kegiatan perjalanan dinas (SPPD) fiktif di KKR Aceh yang bersumber dari dana anggaran pendapatan belanja Aceh (APBA) pada Badan Reintegrasi Aceh (BRA) tahun anggaran 2022, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh mengembalikan kerugian keuangan negara senilai Rp258.594.600 ke negara dalam konferensi pers di aula Polresta Banda Aceh pada hari Kamis, 7 September 2023.

Di konferensi pers, Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadillah Aditya Pratama, memaparkan sejarah panjang perjuangan untuk mengungkap kasus ini. Semua dimulai dengan dugaan korupsi pada SPPD di KKR Aceh yang mengambil sumber dari dana anggaran pendapatan belanja Aceh (APBA) pada Badan Reintegrasi Aceh (BRA) tahun anggaran 2022.

Kasus ini pertama kali mencuat pada Februari 2023 setelah munculnya informasi penting. Dalam penyelidikan yang cermat, ditemukan dugaan tindak korupsi dalam perjalanan dinas KKR Aceh yang berjumlah Rp772 juta, berasal dari APBA tahun anggaran 2022 pada Badan Reintegrasi Aceh (BRA).

Kasus SPPD fiktif ini melibatkan 58 orang, termasuk tujuh Komisioner KKR Aceh, 18 staf sekretariat BRA, dan 33 pokja. Mereka melakukan perjalanan dinas ke 14 kabupaten/kota di Aceh antara Februari hingga Desember 2022, bahkan keluar provinsi.

Namun, sesuai dengan ungkap Kompol Fadillah, penyelidikan mengungkapkan sejumlah ketidaksesuaian yang mencengangkan. Ini termasuk perjalanan dinas fiktif, penggelembungan harga biaya penginapan, kepulangan lebih cepat dari penugasan, struk biaya penginapan fiktif, serta pembayaran biaya perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan.

Setelah proses penyelidikan yang teliti dan penuh tekanan, pihak berwenang meminta bantuan Inspektorat Aceh untuk melakukan audit investigasi mendalam. Hasilnya, ditemukan adanya kerugian keuangan negara senilai Rp258.594.600.

Kerugian tersebut terpecah menjadi berbagai kategori, termasuk SPPD fiktif sebesar Rp47 juta, penggelembungan biaya penginapan sebesar Rp65 juta, kepulangan lebih cepat sebesar Rp45 juta, bill fiktif Rp78 juta, dan uang saku yang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp22 juta.

Namun, yang patut dicatat adalah bahwa pihak berwenang tidak berhenti pada penemuan kerugian semata. Mereka telah melakukan pemeriksaan saksi secara menyeluruh, melibatkan tokoh-tokoh kunci seperti Ketua KKR Aceh, PPTK, Komisioner KKR, bendahara, staf teknis, dan beberapa anggota Pokja KKR.

Hasilnya, lanjut Fadillah, langkah penyelesaian dilakukan secara restorative justice. KKR Aceh diberi kesempatan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara tersebut. Dalam upaya untuk mengutamakan kepentingan negara, kasus ini tidak akan dilanjutkan lebih lanjut.

Komentar