Ini ajakan Nasir Djamil terhadap kasus penganiaya santri di pesantren Pidie

Sigli – Anggota DPR-RI, Nasir Djamil prihatin atas kasus penganiayaan santri oleh tiga rekannya pada salah satu dayah di Kecamatan Teupinraya, Kabupaten Pidie.

Video kejadian tersebut sempat viral di sosial media pada Sabtu (5/3) saat korban bernama Rehan Maulana Rafsanjani (14) di keroyok oleh tiga rekannya disalah satu pesantren di Teupinraya.

Nasir Djamil menyatakan prihatin atas kasus tersebut makanya ia hadir disini, anak harus dilindungi dimanapun dia berada, karena anak adalah permata hati dan masa depan.

Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri acara upaya penyelesaian kasus penganiayaan anak di Mapolres Pidie, Senin. Acara tersebut juga dipimpin oleh Waka Polres Pidie, Kompol Musniar, Kasat Reskrim Iptu Muhammad Rizal, Ketua P2TP2A Nurhanisah, serta pihak Dayah, orangtua kedua pihak, korban serta ketiga pelaku.

Nasir Djamil mengatakan ketika anak bermasalah atau berhadapan dengan hukum harus diselesaikan dengan baik agar tidak merusak masa depannya.

Ia menambahkan, makanya UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) mengenal dengan depiasi.
Anak ketika masuk dipengadilan ruangannya juga dibuat berbeda dengan orang dewasa, agar senang dan tidak terbebani mentalnya. 

Dalam penyelesaian perkara ini, dijelaskannya istilah restorative justice adalah penyelesaian perkara hukum diluar pengadilan atau di Aceh dikenal dengan ‘keuneubah indatu’.

Menurutnya, istilah tersebut dilakukannya ada rujukan, yakni UU nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA, peraturan Kapolri nomor 8 2021 tentang pengadilan tindak pindana dengan keadilan restorative justice.

Tidak hanya itu saja, ada Peraturan Jaksa Agung nomor 15 tahun 2020 tentang perhentian tuntutan dengan restorative justice, surat keputusan Dirjen Badan Peradilan Uumum 2020, dan Qanun pradilan nomor 9 2008 tentang pembinaan kehidupan adat istiadat Gampong. 

“Jadi ini semua jelas rujukannya,  bukan omongan kosong saja dan juga bukan bid’ah,” katanya.

Lanjutnya, didalam qanun tersebut ada 18 perlanggaran yang diselaikan oleh adat, diantaranya adalah penganiayaan ringan, perselihan dan cekcok dalam rumah tangga diselaikan lewat adat. 

“Jadi ini sebenarnya ‘keneubah indatu’, kita saja yg sudah melupa, maka perlu saya jelaskan latar belakangnya,” katanya. 

Ia mengatakan penyelasaian destorative justice hanya dapat dilakukan jika hukuman dibawah lima tahun.

Penyelesaian ini paling dominan dilakukan masyarakat apalagi dibulan yang mulia ini, saya berharap Lilis Suriani sebagai ibu korban bisa memaafkan dengan cara yang ma’ruf. 

Menggunakan penyelesaian tersebut dapat menguntungkan ketiga pelah pihak, yaitu bagi pelaku dapat menyadari atas apa yang dilakukan, untuk dayah agar dapat mengambil pelajaran dan mencegah agar tidak terulang. Sedangkan bagi korban adanya upaya pemulihan serta ganti rugi.

Adapun acara ini sudah digelar dua kali, semoga dalam acara lanjutan nantinya walaupun tidak dalam bentuk seperti ini, namun sudah bisa diselesaikan dengan baik,” kata Nasir Djamil.

Sumber : Antaranews

Komentar