Serah Terima Siswa Baru di SMKN 1 Al Mubarkeya, Tanda Kerjasama Guru dan Orang Tua dimulai

Oleh : Fitriadi, S.Pd.I, M.Pd

Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah bagi guru, orang tua dan siswa SMKN 1 Al Mubarkeya. Sebuah hal yang menarik hari ini terjadi, dimana orang tua diwajibkan mengantarkan anaknya dan menyerahkan secara resmi kepada pihak sekolah.

Dipandu oleh salah seorang wali siswa, mereka mengikrarkan bersama bahwa dengan ini menyerahkan anaknya untuk didik dan dibina di SMKN 1 Al Mubarkeya, lalu pihak sekolah yang diwakili oleh Kepala sekolah menjawab, “Saya terima amanat dari bapak untuk mendidik anak bapak di tempat ini.” Demikianlah kalimat yang diucapkan pada saat serah terima.

Sebelum prosesi ijab kabul itu berlangsung, komite sekolah, kepala sekolah dan perwakilan wali siswa terlebih dahulu sudah melakukan prosesi “Peusijueuk atau tepung tawar” para siswa, kegiatan ini juga sangat sakral dalam adat istiadat masyarakat Aceh.

Bagi saya sebagai seorang pendidik, ijab kabul ini adalah sebuah kontrak atau perjanjian antara orang tua dengan sekolah agar anaknya didik sesuai dengan tata cara atau aturan yang berlaku di lingkungan pendidikan tersebut. Secara moril, ijab kabul tersebut mengikat kedua belah pihak. Ada hak dan kewajiban yang harus dihormati dan dilaksanakan antara keduanya.

Saya melihat bahwa ijab Kabul adalah hal yang sangat baik dilakukan antara pihak orang tua dan pihak sekolah. Ada etika antara pihak yang menyerahkan dan pihak yang menerima. Orang mengamanahkan anaknya untuk dididik di sekolah dan pihak sekolah akan menunaikan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya.

Dalam konteks komunikasi, adanya ijab kabul antara orang tua dengan pihak sekolah merupakan sarana untuk silaturahmi, memperkenalkan diri, dan menjalin komunikasi antara kedua belah pihak, karena tentunya selama masa pendidikan, tentunya diperlukan komunikasi untuk mengetahui perkembangan belajar anak serta mendiskusikan jika ada kesulitan atau masalah yang dihadapi sang anak yang sedang menuntut ilmu di tempat tersebut.

Selama ini, kadang anak mendaftar sekolah sendiri, ditemani kawannya atau saudaranya karena kedua orang tuanya sibuk bekerja. Seolah-olah dengan membayar uang sekolah, tanggung jawab orang tua selesai. Tidak ada komunikasi antara pihak orang tua dan pihak sekolah, sehingga hampir tidak ada ikatan moril antara keduanya. Orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya ke sekolah, tidak pernah bersilaturahmi dan berkomunikasi. Bahkan kadang ketika diundang rapat pun orang tua tidak hadir dengan alasan sibuk bekerja.

Peristiwa hari ini yang terjadi di SMKN 1 Al Mubarkeya, mengigatkan saya ketika waktu kecil, banyak anak diantar oleh orang tuanya mengaji kepada seorang tengku. Sambil membawa ketan, orang tua menyerahkan anaknya, menyampaikan tujuan dan harapan-harapannya. Orang tua sangat percaya kepada sang tengku dapat mendidik anaknya menjadi manusia yang memiliki ilmu agama yang tinggi, juga memiliki akhlak yang baik.

Orang tua menyampaikan bahwa anaknya mau dibagaimanapun oleh sang tengku silakan saja, asal anaknya tersebut menjadi anak yang baik. Tapi saat ini kondisinya sudah jauh berbeda. Orang tua tampaknya tidak sepenuhnya mempercayai lembaga pendidikan, dan para guru atau tengku tidak dapat dengan bebas mendidik atau memberikan hukuman disiplin kepada peserta didik karena takut dengan pelanggaran hak-hak anak. Oleh karena itu, proses pendidikan di lembaga pendidikan seolah berada dalam tekanan dan dilematis.

Secara normatif ijab kabul yang diucapkan oleh orang tua dihadapan guru mencerminkan adanya komitmen dan saling percaya dari kedua belah pihak. Jika pasca ijab kabul terjadi pelanggaran dari salah satu pihak, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengonfirmasi, mengklarifikasi, bahkan menuntut balik kepada pihak yang meruggikannya. Walau demikian, ijab kabul dalam dunia pendidikan semoga sebagai bentuk penguatan kerjasama, komunikasi, dan kesepahaman antara orang tua dan guru dalam mendidik anak.

Penulis merupakan Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMKN 1 Al Mubarkeya

Komentar